Rabu, 24 Oktober 2012

Menengok Bahasa Alay

Akhir-akhir ini pergaulan generasi muda sering sekali mengalami perubahan dari segi gaya berbahasa maupun bertingkah laku. Tidak sedikit dan tidak jarang lagi saya mendengar kata alay. apakah alay itu ? bagaimana  perkembangan alay itu sendiri, sehingga sampai mencuat kabar nya ke mancanegara.

Alay, identik dengan berlebih-lebihan, kampungan, norak, dan sebagainya. kapan tercipta dan munculnya kata-kata ini pun tidak jelas. Meskipun demikian, gaya ini terus berkembang dan semakin populer walaupun hanya segelintir kelompok saja yang mengerti bahasa Alay ini. contoh nya adalah seperti kosakata "ciuz" (serius), "miapah" (demi apa), "cuptawz" (cukup tahu), "hikz" (kecewa), "hufft" (menghela nafas), d4N L4!n SeB49a!nYa (dan lain sebagainya). Orang lain pun terheran-heran dengan semakin banyak tentang gaya hidup ini. Akan tetapi, gaya alay seperti ini tidak akan bermanfaat dalam kehidupan berbicara kepada seseorang dalam kehidupan sehari-hari. Wajar, karena sifatnya yang kontemporer atau dengan kata lain, berubah-ubah dan cepat sekali terganti seiring perkembangan kreatifitas gaya hidup alayers (Sebutan untuk orang alay) yang pesat. Menurut saya, mending kita perlajarin dalam-dalam lagi bagaimana menggunakan bahasa indonesia yang baik dan benar. Di perkuliahan perlu di tingkatkan lagi pelajaran bahasa indonesia, bahkan SKS nya di perdalam lagi bahasanya. Agar mahasiswa dapat mengerti bahasa yang diucapkan, dan langsung di terapkan.

Berbicara Sesuai Konteks


Salah satu aspek keterampilan berbahasa yang sangat penting peranannya dalam upaya melahirkan generasi masa depan yang cerdas, kritis, kreatif, dan berbudaya adalah keterampilan berbicara. Dengan menguasai keterampilan berbicara, peserta didik akan mampu mengekspresikan pikiran dan perasaannya secara cerdas sesuai konteks dan situasi pada saat dia sedang berbicara.
Keterampilan berbicara juga akan mampu membentuk generasi masa depan yang kreatif sehingga mampu melahirkan tuturan atau ujaran yang komunikatif, jelas, runtut, dan mudah dipahami. Selain itu, keterampilan berbicara juga akan mampu melahirkan generasi masa depan yang kritis karena mereka memiliki kemampuan untuk mengekspresikan gagasan, pikiran, atau perasaan kepada orang lain secara runtut dan sistematis.
Bahkan, keterampilan berbicara juga akan mampu melahirkan generasi masa depan yang berbudaya karena sudah terbiasa dan terlatih untuk berkomunikasi dengan pihak lain sesuai dengan konteks dan situasi tutur pada saat dia sedang berbicara. Namun, harus diakui secara jujur, keterampilan berbicara di kalangan siswa Kelas V MI Perwanida, belum seperti yang diharapkan. Kondisi ini tidak lepas dari proses pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah yang dinilai telah gagal dalam membantu siswa terampil berpikir dan berbahasa sekaligus. Yang lebih memprihatinkan, ada pihak yang sangat ekstrim berani mengatakan bahwa tidak ada mata pelajaran Bahasa Indonesia pun siswa dapat berbahasa Indonesia seperti saat ini, asalkan mereka diajari berbicara, membaca, dan menulis oleh guru (Depdiknas 2004:9).
Sementara itu, hasil observasi empirik di lapangan juga menunjukkan fenomena yang hampir sama. Keterampilan berbicara siswa kelas V MI Perwanida berada pada tingkat yang rendah; diksi (pilihan kata)-nya payah, kalimatnya tidak efektif, struktur tuturannya rancu, alur tuturannya pun tidak runtut dan kohesif.
Berdasarkan hasil observasi, hanya 20% (8 siswa) dari 40 siswa yang dinilai sudah terampil berbicara dalam situasi formal di depan kelas. Indikator yang digunakan untuk mengukur keterampilan siswa dalam berbicara, di antaranya kelancaran berbicara, ketepatan pilihan kata (diksi), struktur kalimat, kelogisan (penalaran), dan kontak mata.
Ada dua faktor yang menyebabkan rendahnya tingkat keterampilan siswa dalam berbicara, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Yang termasukFaktor Eksternal, di antaranya pengaruh penggunaan bahasa Indonesia di lingkungan keluarga dan masyarakat. Dalam proses komunikasi sehari-hari, banyak keluarga yang menggunakan bahasa ibu (bahasa daerah) sebagai bahasa percakapan di lingkungan keluarga. Demikian juga halnya dengan penggunaan bahasa Indonesia di tengah-tengah masyarakat. Rata-rata bahasa ibulah yang digunakan sebagai sarana komunikasi. Kalau ada tokoh masyarakat yang menggunakan bahasa Indonesia, pada umumnya belum memperhatikan kaidah-kaidah berbahasa secara baik dan benar. Akibatnya, siswa tidak terbiasa untuk berbahasa Indonesia sesuai dengan konteks dan situasi tutur.

Sumber :
http://penelitiantindakankelasptk.wordpress.com/2011/10/29/melalui-pendekatan-pragmatik-siswa-diajak-untuk-berbicara-dalam-konteks-dan-situasi-tutur-yang-nyata-dengan-menerapkan-prinsip-pemakaian-bahasa/

Sikap Generasi Muda Saat ini terhadap Bahasa Indonesia


Bahasa Indonesia tidak akan terlepas dari kebudayaan bangsa Indonesia karena bahasa Indonesia dijadikan alat berkomunikasi dengan berbagai suku di tanah air. Bahasa Indonesia di terapkan mulai sejak kanak-kanak, dan orang tua pun harus ikut serta untuk membimbing anak agar tidak salah berbicara dengan Bahasa Indonesia. Metode pengajaran bahasa Indonesia tidak dapat menggunakan satu metode karena bahasa Indonesia sendiri yang bersifat dinamis. Bahasa Indonesia sendiri bukan sebagai ilmu tetapi sebagai kebiasaan yang dilakukan. Sehingga penggunaan metode yang tepat perlu dilakukan.

Masyarakat Indonesia juga harus penuh motivasi untuk menjaga dan melestarikan metode bahasa Indonesia yang tepat dan baik melalui rajin membaca, karena dengan membaca kita akan kaya kosa kata dan dapat mencontoh bahasa yang baik agar dapat menulis dengan baik. Rajin membaca dan menulis berarti melestarikan salah satu karakter budaya bangsa yaitu bahasa Indonesia.

Pada jaman saat ini, mungkin agak sulit bagi generasi muda untuk membudayakan ataupun melestarikan bahasa indonesia, sehubungan dengan banyak bahasa-bahasa yang masuk ke Negara kita bangsa Indonesia. Dengan demikian abnyak bahasa-bahasa yang aneh yang di sebut bahasa gaul. Bahasa indonesia mungkin hanya bisa terdengar dari generasi muda saat ini pada sebuah acara yang dapat dibilang formal seperti pada saat presentasi di salah satu Acara TV. Hal ini, dikarenakan faktor lingkungan internal dan eksternal yang secara tidak langsung mempengaruhi generasi saat ini untuk tidak menggunakan bahasa indonesia secara baku.


Jumat, 05 Oktober 2012

Getuk Goreng Khas Jawa Tengah


      Indonesia kaya akan raga budaya, bahasa, serta makanan khasnya dari tiap daerah. Sekarang saya akan membahas makanan yang juga menjadi khas sebagai oleh-oleh dari Jawa Tengah, yaitu Getuk Goreng.
Yogyakarta boleh punya bakpia, Semarang punya lumpia, tapi Sokaraja punya getuk goreng. Sokaraja merupakan kota kecil yang  terletak sekitar 7 km timur Kota Purwokerto, kabupaten Banyumas.  Kota yang masyarakatnya menggunakan bahasa Jawa dengan dialek Banyumasan atau ngapak ini memang dikenal sebagai pusat oleh-oleh getuk goreng. Bagi anda yang pernah melewati jalur utama selatan Jakarta-Bandung-Jogjakarta-Wonosobo pasti pernah melihat sejumlah pedagang yang menjajakan oleh-oleh getuk goreng. Salah satu kawasan yang menjadi pusat oleh – oleh ada di disepanjang Jl. Jenderal Sudirman Sokaraja.
Biasanya saat musim liburan sekolah, tahun baru, dan menjelang atau sesudah lebaran, kawasan ini ramai dipadati wisatawan yang ingin membeli getuk goreng sebagai oleh-oleh untuk keluarga dan teman. Getuk goreng memang cocok untuk oleh-oleh karena dapat disimpan atau bertahan hingga sepuluh hari. Pemilihan besek sebagai kemasan menjadikan getuk goreng sebagai oleh-oleh yang menarik dan unik. Getuk goreng Sokaraja dijual Rp 7.000/besek kecil berisi kurang lebih 4 ons. Ingin getuk yang hangat? bisa saja. Pedagang akan melayani permintaan pembeli dengan senang hati. Getuk bisa digoreng mendadak sehingga anda bisa langsung mencicipinya selagi hangat. Ada cerita unik dibalik nama besar getuk goreng. Penemuan makanan khas getuk Sokaraja ini justru berawal dari ketidak sengajaan Pak Sanpringad, seorang penjual nasi keliling yang juga membuat getuk basah sebagai salah satu dagangannya.

     Gambar Getuk Goreng :







Bahan:
  1. 1 kg Singkong, kupas dan buang sabut tengahnya.
  2. 250 gr gula jawa, iris halus
  3. 75 gr tepung beras
  4. 1 sdm terigu
  5. Garam
  6. minyak goreng
Cara membuatnya:
  1. Potong-potong singkong dan rebus atau kukus hingga masak.
  2. Gula jawa dengan sedikit air direbus hingga lumat dan tercampur rata.
  3. Panas-panas lumatkan singkong dan beri gula sedikit demi sedikit hingga tercampur rata.
  4. Ratakan singkong di atas nampan, setebal 2 cm dan potong-potong kotak 4 x 5 cm
  5. Campur tepung beras, terigu, garam, dan air secukupnya hingga menjadi adonan yang agak kental.
  6. Panaskan minyak dan celupkan getuk ke adonan terigu sebelum digoreng.
  7. Goreng hingga kekuningan dan angkat.


Jangan lupa membeli getuk goreng ini, bila anda melewati jalur utama selatan Jakarta-Bandung-Jogjakarta-Wonosobo. Dan jangan lupa juga membeli Dawet asli sokaraja yang menurut saya enak, tidak ada yang menyamai enaknya dari daerah asalnya.