Salah satu aspek keterampilan
berbahasa yang sangat penting peranannya dalam upaya melahirkan generasi masa
depan yang cerdas, kritis, kreatif, dan berbudaya adalah keterampilan
berbicara. Dengan menguasai keterampilan berbicara, peserta didik akan mampu mengekspresikan
pikiran dan perasaannya secara cerdas sesuai konteks dan situasi pada saat dia
sedang berbicara.
Keterampilan berbicara juga
akan mampu membentuk generasi masa depan yang kreatif sehingga mampu melahirkan
tuturan atau ujaran yang komunikatif, jelas, runtut, dan mudah dipahami. Selain
itu, keterampilan berbicara juga akan mampu melahirkan generasi masa depan yang
kritis karena mereka memiliki kemampuan untuk mengekspresikan gagasan, pikiran,
atau perasaan kepada orang lain secara runtut dan sistematis.
Bahkan, keterampilan berbicara
juga akan mampu melahirkan generasi masa depan yang berbudaya karena sudah
terbiasa dan terlatih untuk berkomunikasi dengan pihak lain sesuai dengan konteks
dan situasi tutur pada saat dia sedang berbicara. Namun, harus diakui secara
jujur, keterampilan berbicara di kalangan siswa Kelas V MI Perwanida, belum
seperti yang diharapkan. Kondisi ini tidak lepas dari proses pembelajaran
bahasa Indonesia di sekolah yang dinilai telah gagal dalam membantu siswa
terampil berpikir dan berbahasa sekaligus. Yang lebih memprihatinkan, ada pihak
yang sangat ekstrim berani mengatakan bahwa tidak ada mata pelajaran Bahasa
Indonesia pun siswa dapat berbahasa Indonesia seperti saat ini, asalkan mereka
diajari berbicara, membaca, dan menulis oleh guru (Depdiknas 2004:9).
Sementara itu, hasil observasi
empirik di lapangan juga menunjukkan fenomena yang hampir sama. Keterampilan
berbicara siswa kelas V MI Perwanida berada pada tingkat yang rendah; diksi
(pilihan kata)-nya payah, kalimatnya tidak efektif, struktur tuturannya rancu,
alur tuturannya pun tidak runtut dan kohesif.
Berdasarkan hasil observasi,
hanya 20% (8 siswa) dari 40 siswa yang dinilai sudah terampil berbicara dalam
situasi formal di depan kelas. Indikator yang digunakan untuk mengukur
keterampilan siswa dalam berbicara, di antaranya kelancaran berbicara,
ketepatan pilihan kata (diksi), struktur kalimat, kelogisan (penalaran), dan
kontak mata.
Ada dua faktor yang menyebabkan
rendahnya tingkat keterampilan siswa dalam berbicara, yaitu faktor eksternal
dan faktor internal. Yang termasukFaktor Eksternal, di antaranya
pengaruh penggunaan bahasa Indonesia di lingkungan keluarga dan masyarakat.
Dalam proses komunikasi sehari-hari, banyak keluarga yang menggunakan bahasa
ibu (bahasa daerah) sebagai bahasa percakapan di lingkungan keluarga. Demikian
juga halnya dengan penggunaan bahasa Indonesia di tengah-tengah masyarakat.
Rata-rata bahasa ibulah yang digunakan sebagai sarana komunikasi. Kalau ada
tokoh masyarakat yang menggunakan bahasa Indonesia, pada umumnya belum
memperhatikan kaidah-kaidah berbahasa secara baik dan benar. Akibatnya, siswa
tidak terbiasa untuk berbahasa Indonesia sesuai dengan konteks dan situasi
tutur.
Sumber :
http://penelitiantindakankelasptk.wordpress.com/2011/10/29/melalui-pendekatan-pragmatik-siswa-diajak-untuk-berbicara-dalam-konteks-dan-situasi-tutur-yang-nyata-dengan-menerapkan-prinsip-pemakaian-bahasa/
Sumber :
http://penelitiantindakankelasptk.wordpress.com/2011/10/29/melalui-pendekatan-pragmatik-siswa-diajak-untuk-berbicara-dalam-konteks-dan-situasi-tutur-yang-nyata-dengan-menerapkan-prinsip-pemakaian-bahasa/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar